Kamis, 18 Oktober 2012

Teringat Kawan...

    Hari ini, sore temaram. Hari tak terlalu terang, tapi juga tak gelap benar. Mendadak ingatanku tertambat pada sesosok kawan. Masih melekat tawa hangatnya, senyum teduhnya. Tak heran begitu banyak perempuan menggilainya. Sosok lelaki satu ini memang sulit didapat dewasa ini. Ia figur yang bukan hanya Jawa tapi juga begitu nJawani. Lelaki santun, cerdas dan begitu berkepribadian.
     Aku ingat pagi itu, pagi ketika air mata mengambang di pelupuk mataku. Seperti biasa aku mulai bekerja sehabis subuh. Menyapu halaman dan kebun kecil di samping rumah. Setelah selesai aku segera menuju dapur untuk memasak sambil "ngerumpi" dengan ibu dan nenekku. Rutinitas yang tak boleh ditinggalkan jika aku tengah berada di rumah. Namun ada yang lain pagi itu. Sebuah pesan pendek masuk di ponsel ibuku. Setelah membacanya dengan cepat, ibuku mengangsurkan ponselnya padaku.
   "Dek Antik, Dek Ndika-nya Bu Trimah meninggal tadi pagi bar subuh, nanti jam 10 dimakamkan. Mau takziyah bareng atau berangkat sama Mbak Alen?"
    Aku setengah tak percaya membaca pesan di layar. Kesunyian sejenak mampir di dadaku, aku tak mau percaya dan terus berusaha menyangkal bahwa itu benar-benar nyata. Setelah beberapa pesan senada masuk pula ke ponselku, mau tak mau aku harus mengamini kebenaran berita itu. Tangisku menggenang di pelupuk mata, kutahan sekuat mungkin agar tak jatuh. Aku ikhlas Ya Rabb... 
    Aku berniat mandi dan berangkat saat itu juga. Namun larangan ibu membuatku mengurungkan langkah. Mungkin jika aku berangkat juga justru sesuatu yang buruk terjadi. Sebab ibuku begitu paham tabiatku jika panik. Mau tak mau ba'da maghrib aku baru beranjak. Aku masih mampu menahan tangis ketika memasuki pekarangan rumahnya, menguatkan ibu dan saudari-saudarinya. Tak berapa lama aku pulang.
   Kebetulan parkir motor agak berjarak dengan gerbang rumahnya. Aku berjalan dalam diam, pun demikian ibuku. Sesampainya di lokasi parkir, tangisku pecah, lirih, nyaris tanpa suara, namun terasa menyakitkan..
    Ndik, Iko, Iyeng... Kau lelaki baik. Aku yakin Tuhan menempatkanmu di sisi terbaik-Nya.. Dua tahun kepergianmu, terasa tak lama, sebab kau senantiasa hidup di hatiku. Di hati kami, teman dan sahabatmu...

                                                                                                     -Luh-
    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar